A. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH
- Pengertian dan Dasar Hukum
Menurut etimologi muzara'ah memiliki arti al
inbat yakni menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi adalah akad
kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan
lahannya berikut bibit yang diperlukan kepada pekerja tani untuk diolah,
sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, seperti
setengah, sepertiga, atau lebih dari itu.
Bila dalam kerjasama bibit disediakan oleh pekerja ,
maka secara khusus kerjasama ini disebut mukhabarah demikian menurut ulama
syafi'i perbedaan antara muzaraah dan mukhabarah.
Kerjasama muzara'ah dan mukhabarah menrut ulama
hukumnya boleh, dasarnya adalah riwayat bukhari yang menyatakan:
“bahwasanya Rasul Allah SAW mempekerjakan penduduk khaibar (dalam
pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dhasilkannya, dalam bentuk
tanaman atau buah-buahan”
- Syarat dan Rukun Muzaraah
Rukun muzara'ah :
- pemilik lahan (shahib al-ardhi)
- petani penggarap (al-amil muzari’i)
- objek muzara’ah (lahan dan keuntungan)
- ijab Qabul
Syarat Muzara'ah :
bagi yang melakukan akad disyaratkan baligh dan berakal. Pendapat ulama Hanafiyah menambahkan bahwa salah seorang atau keduanya bukan orang yang murtad, kerena tindakan hukum orang yang murtad dianggap mauquf.
bagi yang melakukan akad disyaratkan baligh dan berakal. Pendapat ulama Hanafiyah menambahkan bahwa salah seorang atau keduanya bukan orang yang murtad, kerena tindakan hukum orang yang murtad dianggap mauquf.
Syarat yang menyangkut tanah
pertanian antara lain tanahnya dapat digarap, tidak tandus, batasnya jelas.
Syarat yang berkaitan dengan hasil panen adalah pembagian hasil panen bagi
masing-masing pihak harus jelas, hasil itu benar-benar milik bersama orang yang
berakad tanpa boleh ada pengkhususan, dan pembagian hasil panen ditentukan
sejak dari awal akad, agar tidak menimbulkan perselisihan.
- berakhirnya akad muzara'ah
akad kerjasama muzara'ah dan mukhabarah dapat berakhir jika:
- habisnya masa usaha pertanian dengan panen atau sebelum panen
- atas permintaan salah satu pihak sebelum panen atau pihak pekerja jelas-jelas tidak mampu melanjutkan pekerjaannya
- kematian pihak yang mengadakan akad menurut pendapat Abu Hanifah, tetapi menurut pendapat madzhab Maliki dan Syafi'i muzara'ah tidak putus dengan kematian salah satu pihak yang berakad
d. Hikmah
Muzara’ah dan Mukhabarah
a. Terwujudnya
kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani
penggarap.
b. Meningkatnya kesejahteraan
masyarakat.
c. Tertanggulanginya kemiskinan.
d. Terbukanya lapangan pekerjaan,
terutama bagi petani yang memiliki kemampuan bertani
B. MUSAQAH
1. Pengertian dan dasar
hukum Musaqah
Menurut
bahasa, Musaqah berasal dari kata “As-Saqyu” yang artinya penyiraman.
Sedangkan menurut istilah musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah)
dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian.
Musaqah hukumnya jaiz (boleh),
hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :
عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ (متفق عليه)
Dari ibnu Umar ra.
“bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan
diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan
tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).
- 2. Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun Musaqah (Musaqi) adalah sebagai berikut:
a. Pemilik kebun dan petani
penggarap (Saqi).
b. Pohon atau tanaman dan kebun
yang dirawat.
c.
Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat pekerjaannya.
d.
Pembagian hasil tanaman atau pohon.
e.
Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat.
Sementara itu syarat-syarat
musaqah adalah sebagai berikut :
a.
Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat.
b.
Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya: setahun, dua tahun atau
sekali panen atau lainnya agar terhindar
dari keributan di kemudian hari.
c.
Akad Musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buah atau hasil dari
tanaman itu.
d.
Pembagian hasil disebutkan secara jelas.
3. Masa berakhirnya
Musaqah
Akad musaqah akan berakhir
apabila :
a. Telah habis batas waktu yang
telah disepakati bersama.
b. Petani penggarap tidak sanggup
lagi bekerja.
c. Meninggalnya salah satu dari
yang melakukan akad.
4. Hikmah Musaqah
- Dapat terpenuhinya kemakmuran yang merata.
- Terciptanya saling memberi manfaat antara kedua belah pihak (si pemilik tanah dan petani penggarap).
- Bagi pemilik tanah merasa terbantu karena kebunnya dapat terawat dan menghasilkan.
- Disamping itu kesuburan tanahnya juga dapat dipertahankan.
C. MUGHAARASAH
Pengertian mughaarasah adalah suatu perjanjian
yang dilakukan antara pemilik tanah garapan dan penggarap untuk mengolah dan
menanami lahan garapan yang belum ditanami (tanah kosong) dengan ketentuan
mereka secara bersama sama memiliki hasil dari tanah tersebut sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat bersama. Masyarakat Syam menyebutnya dengan munaasabah
(paroan) karena lahan yang telah diolah menjadi milik mereka secara bersama
sama dan masing masing pihak mendapat bagian separo.
DASAR HUKUM MUGHAARASAH
Ulama fiqh berpendapat tentang kebolehan
mughaarasah. Jumhur ulama (mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali)
berpendapat tidak boleh karena ada kemungkinan mengandung unsur gharar
(ketidakpastian) baik ketidak pastian itu menimpa pengolah ataupun pemilik
tanah. sedang mazhab Maliki mengatakan boleh dengan beberapa persyaratan.
Menurut Imam Abu Hanifah perjanjian tersebut tidak sah karena :
1. Karena dalam kerja sama tersebut
lahan yang akan dijadikan objek kerja sama, sudah menjadi hak milik salah satu
pihak. Persyaratan tersebut menjadikan kerja tidak seimbang, karena Mugha'aris
(orang yg menyuruh garap) telah lebih dulu memiliki lahan sedang penggarap
tidak memiliki apa apa. Padahal dalam salah satu bentuk kerja sama ditentukan
ada kesinambungan dari segi modal dan keuntungan.
2. Dalam mughaarasah, pemilik tanah
menjadikan separo dari tanahnya sebagai upah bagi penggarap atas pekerjaan yang
dilakukannya. Dengan demikian sama halnya penggarap membeli separo dari tanah
garap yang ada dengan mengerjakan seluruhnya. Hal ini berarti, penggarap
membeli separo lahan dengan mengerjakan seluruh lahan yang tersedia, padahal
usaha penggarapannya belum pasti dilakukan sewaktu perjanjian dilakukan. Di
sisi lain, batas batas kemampuan penggarap pada saat penggarapan belum jelas.
Hal ini berarti secara tidak langsung akad yang dilakukan tersebut sudah sejak
awal tidak memenuhi syarat, karena mengadakan akad terhadap sesuatu yang belum
jelas.
3. Dalam mughaarasah penggarap
mendapat upah berupa separo dari tanah garapannya, oleh karena itu bentuk
upahnya tidak pasti baik luas maupun batasnya, sehingga menganding unsur
ketidakpastian. Karena upah yang diterima tidak pasti, maka boleh jadi akan
merugikan pihak berdua dan mengakibatkan
perjanjian itu tidak sah. Bila akad sudah batal, maka semua garapan jadi milik
pihak pertama, dan penggarap hanya mendapat upah maksimum sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukannya bukan separo dari garapan yang telah selesai
digarap.
Namun, Imam Abu Hanifah membenarkan bila pemilik
lahan dan penanam berbagi hasil dari semua penghasilan kebun tersebut (tidak
membagi lahan) sebagai upah dari penggarap yang dilakukan oleh pengolah tanah
kosong tersebut adalah hasil dari kebun itu setelah berbuah.
Imam Malik membenarkan mughaarasah apabila memenuhi lima syarat :
- Tananam yang ditanam oleh penggarap adalah tanaman keras dengan menghasilkan buah yang dipetik dan bukan tanaman palawija.
- Jenis tanaman yang akan ditanam tidak jauh berbeda masa antara satu jenis dan jenis yang lain. Bila jenisnya jauh berbeda antara masa berbuahnya, maka tidak dibolehkan melakukan perjanjian mughaarasah.
- Penentuan waktu mughaarasah itu jangan terlalu lama. Bila disyaratkan masa perjanjian itu sampai tanaman berbuah, maka perjanjian itu tidak dibenarkan.
- Penggarap mempunyai bagian tertentu dari tanah garapannya, berupa tanah beserta garapannya.
5. Perjanjian tersebut tidak terkait
dengan tanah yang dipersengketakan karena ada kemungkinan akan merugikan pihak
penggarap, sebab ada kemungkinan tanah itu akan berpindah tangan kepihak
ketiga.
ini yang aku cari, makasih gan artikelnya.
BalasHapussharing juga ni, dengar-dengar blog jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia adalah blog baru yang cukup bagus menyediakan referensi seputar pertanian, sesuai dengan namanya jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia memang tidak hanya membahas teori saja, namun infonya juga bersifat aplikatif, karena itulah kadang juga saya mengunjunginya DISINI>> jokowarino.com tempat berbagi informasi mengenai pertanian indonesia
iya sama2
Hapus