Laman

Sabtu, 12 November 2011

(akademik) matinya negara hukum

BAB I
HUKUM WARISAN KOLONIALISME
A. Pendahuluan
Berawal dari kongres Sarikat Islam di Yogyakarta 1921, Semaun dalam suatu rapat mengajukan usul pendirian sekolah bagi anak-anak anggota SI. Dan ia menunjuk Tan Malaka sebagai orang yang memimpin sekolah tersebut. Awalnya sekolah ini dibuka untuk 50 orang murid. Disela kegiatan mengajar Tan Malaka mengajak murid-murid untuk menyanyikan lagu Internasionale. Selain itu kadang-kadang mereka juga diajak oleh Tan Malaka untuk melakukan pawai atau arak-arakan menentang kekuasaan pemerintah kolonial belanda
Pemerintah belanda menggunakan alasan menyanyikan lagu Internasionale untuk menjerat Tan Malaka dengan dasar hukum Pasal 154 KUHP yakni delik mengenai penyebaran kebencian terhadap pemerintah.
Cuplikan kisah diatas menggugah kesadaran kolektif masyarakat Indonesia untuk bangkit dan bersatu untuk melawan kekuatan kolonialisme. Walaupun tak jarang dipenuhi kekerasan serta amat menyakitkan. hal ini disebabkan oleh korupnya penguasa lokal.
Pada tangga 17 agustus 1945, dwi tunggal soekarno hatta berhasil memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. Dan sejak saat itu bangsa indonesia berhak menyelenggarakan pemerintahan (eksekutif), membentuk parlemen (legislatif) dan melaksanakan kekuasaan bidang hukum (yudikatif). Dalam kekuasaan hukum dengan adanya kebijakan kodifikasi (pembukuan) dan unifikasi (penyatuan) mengakibatkan produk dan tatanan hukum kolonial diserap dalam sistem hukum nasional.
Pemberlakuan hukum warisan kolonial dilegitimasi dalam pasal II aturan Peralihan UUD 1945 pra-amandemen dan Pasal I aturan Peralihan UUD 1945 pasca-amandemen, menyatakan segala badan negara dan peraturan yang ada masih berlaku selama belum diadakan yang baru. Pada data tahun 1995 menunjukkan masih terdapat empat ratus peraturan masa kolonial yang berlaku.


B. Wetboek van Strafrecht
Kodifikasi hukum negara belanda terilhami dari hukum negara Prancis. Belanda mengkodofikasi hukum negara Prancis terjadi pada massa ekspansi kekuasaan Napoleon yang menyebabkan negara pelanda teraneksasi sebagai bagian dari imperium Prancis. Kitab-kitab hukum negara Prancis yang dikodifikasi oleh Belanda dikenal dengan nama “Codes Napoleon”. Didalam bidang hukum perdata di kenal dengan nama “Code civil”, dibidang hukum dagang disebut “Codes Commerce”, dibidang hukum pidana disebut “Code Penal”. Dimana hukum negara-negara Eropa bermula dari hukum Romawi, yang kemudian dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum dan penghormatan hak-hak individu. Ha ini dapat kita lihat dari catatan sejarah yang melahirkan piagam-piagam penghormatan terhadap HAM. Salah satunya adalah revolusi Prancis dengan semboyan “Liberte, Fraternite, dan Egalite” yang dapat menumbangkan pemerintahan Raja Louis XVI.
Walaupun hukum pidana (WvS) negeri Belanda berdasar pada prinsip negara dan penghormatan HAM, serta dikatakan WvS tahun 1918 berlaku untuk semua golongan penduduk Hindia Belanda dan bersumber dari negeri asalnya, namun penerapannya terutama bagi golongan pribumi tetaplah sangat represif dan a-demoktratis. Juga sebelum diadakan unifikasi hukum pidana bagi semua golongan penduduk di hindia belanda, kolonial belanda pun telah menerapkan dua produk WvS yang berbeda untuk mengatur golongan pribumi dan golongan Eropa. Hal ini tentu saja menerangkan paradigma dan kebijakan hukum yang dibangun oleh kolonial Belanda bersifat sangat diskriminatif, jauh dari cita-cita dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan bermartabat. Sehingga pengadopsian hukum warisan kolonial didalam hukum nasional sama saja membuat sosok dan perilaku penguasa lokal seperti kolonialisme.
Pasca kemerdekaan, secara faktual dijumpai banyak individu kritis ditangkap dan dipenjarakan berdasarkan ketentuan KUHP. Seperti pada zaman orde baru tidak jarang kegiatan dikusi, seminar, pengajian, aksi unjuk rasa yang diselenggarakan oleh kelompok studi, mahasiswa, LSM, Ormas, dan kepemudaan, dibubarkan secara paksa bahkan di antaranya ditangkap dan diadili dengan tuduhan pelanggaran pasal 510 KUHP. Serta juga penerapan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, namun semasa berlakunya hukum acara Pidana H.I.R. sebelum diamandemen oleh UU No. 8 Tahun 1981 (KUHAP), sering dijumpai praktek penangkapan oleh aparat keamanan tanpa batas waktu.
C. Burgelijk Wetboek
Hukum perdata (BW) dan hukum dagang (WvK) yang diberlakukan sejak tahun 1848 di wilayah jajahan hindia belanda atas dasar kitab hukum negara belanda. Pemberlakuan Undang-undang ini dikenal dengan asas konkordansi. Dimasa kolonial pemerintah kolonial telah membagi penduduk hindia belanda kedalam 3 golongan, yaitu : golongan Eropa, golongan timur asing dan golongan pribumi. Yakni BW dan WvK berlaku untuk golongan eropa,timur asing dan pribumi yang beragama kristen. Sedangkan golongan pribumi yang non-kristen berlaku hukum adat dan hukum agama yang tidak bertentangan dengan hukum kolonial.
Pembagian golongan penduduk dan dualisme hukum ini sangat kontras dan kental sekali diwanai kebijakan yang rasis dan diskriminatif. Sebelumnya, menteri kehakiman RI. Prof Sahardjo dan ketua MA RI, Prof, Wirjono Prodjodikoro, pernah mengusulkan untuk mengantikan hukum warisan perdata kolonial dengan hukum revolusioner.
Sahardjo mengingatkan adanya maklumat pemerintah tertanggal 10 oktober 1945, menyatakan hukum lama itu ipso jure tidak berlaku lagi apabila bertentangan dengan ketentuan yang terkandung dalam UUD 1945. Dengan demikian semua hukum peninggalan kolonial dinyatakan tidak berlaku tanpa perlu menunggu adanya perundangan-undangan nasional yang mencabutnya. Sementara, melalui surat edaran MARI tanggal 5 september 1963 yang ditujukan kepada semua ketua pengadilan negeri di Indonesia, wirjono mengungkapkan penyesalannya, bahwa sekian lama merdeka ternyata negara Indonesia masih memakai hukum peninggalan kolonial yang diskriminatif.
D. Hukum Masyarakat
Lazimnya disebut hukum adat (adatrechts) dan mempunyai corak yang beraneka ragam, serta telah menjadi bagian hak hirtoris dan sosiologis daeran yang tidak dapat begitu saja dikesampingkan. Sebagai tata nilai yang hidup didalam masyarakat (livinglaw), hukum adati dan hukum agama jauh lebih eksis jauh sebelum hukum perdata kolonial diadopsi sebagai hukum nasional. Dalam prakteknya hukum perdata warisan kolonialisme acap kali tidak sinkron dengan hukum setempat (lokal).


E. Konsepsi Asing
Barangkali dapat di maklumi jika pada awalnya the founding father mengalami kesulitan untuk merumuskan hukum nasionalnya sendiri. Oleh sebab peraturan dan tata organisassi hukum kolonial tidak mudah dirombak atau digantikan seketika dalam kurun waktu singkat. Namun sangat mengherankan setelah lama merdeka negara Indonesia tidak mampu menciptakan pembaharuan hukum yang berorientasi pada perwujudan cita negara hukum, kesejahteraan dan keadilan rakyat.
Bukankah negara sebagai asosiasi manusia yang hidup dan bekerjasama adalah mengejar beberapa tujuan bersama. Tujuan terakhir setiap negara adalah menciptakan kebahagiaan rakyatnya bonum, publicum, common good wealth. Kenyataannya, justru konsepsi asing yang tidak demokratis yang semakin massif diakomodasi oleh penguasa negara.
Untuk menjalankan peran yang bukan hanya sekedar dari kumpulan peraturan belaka, melainkan juga bagaimana hukum menjalankan fungsinya dalam dan untuk masyarakat, hukum membutuhkan kekuatan pendorong yaitu kekuasaan, yaitu sebagai kekuatan pengintegrasian dan pengkoordinasian proses-proses dimasyarakat tersebut. Hukum tanpa kekuasaan hanyalah tinggal keinginan atau ide belaka (das sein). Tetapi harus diingat juga kekuasaan tidaklah boleh dibiarkan meunggangi hukum untuk kepentingannya. Karena itu hukum bekerja untuk memberikan patokan-patokan dan pembatasan-pembatasan. Di sini kita akan dapat melihat secara jelas persoalan yang dihadapi, yaitu hubungan dan kekuasaan.
BAB II
NEGARA HUKUM DAN KONTITUSIONALISME
A. Negara hukum
Menurut Plato negara hukum adalah sebagai alternatif pemerintahan terbaik bagi manusia. Aristoteles sebagai muridnya merumuskan negara hukum adalah didalamnya terdapat sejumlah warganegara serta terdapat sejumlah warganegara yang ikut serta dalam permusyawaratan negara. Kedua filosof yunani ini menyinggunh cita-cita manusia yang berkoresponden denga dunia mutlak antaralain, cita-cita untuk :
1. Mengejar kebenaran
2. Mengejar kesusilaan
3. Mengejar keindahan
4. Mengejar keadilan
Menurut krabbe, hukum yng baik adalah hukum yang diterima oleh masyarakatnya karena ia mencerminkan kesadaran hukumnya. Dan pada masa kini unsur-unsur negara hukum ditandai oleh prinsip perlingungan HAM, pemisahan dan pembagian kekuasaan, peradilan administrasi, pemerintah yang menciptakan kemakmuran rakyat.
Tujuan negara hukum menurut Kant adalah menjamin kedudukan hukum individu dari masyarakat.
Ada tiga asas yang harus dipenuhi untuk membentuk UU. Menurut Konijebelt:
1. Asas-asas berkaitan denga proses penyiapan dan pemnetukan keputusan
2. Asas-asas berkaitan dnegan pemberian alasan dan penataan keputusan
3. Asas-asas berkaitan dengan isi keputusan.
Montequieu mengajukan persayaratan keadaan ideal suatu negara yaitu:
1. Gaya penuturan hendaknya padat dan sederhana.
2. Peraturan-peaturan hendaknya membatasi dirinya pada hal-hal yang nyata dan aktual dengan menghindari hal-hal yang bersifat metaforis dan hipotesis.
3. Peraturan hendaknya jangan terlampau tinggi, ditujukan untuk orang-orang dengan kecerdasan titengah-tengah saja.
4. Janganlah masalah pokok dikacaukan dengan kekecualian, pembatasan atau modifikasi, kecuali dalam hal yang sangat diperlukan.
5. Peraturan tidak boleh mengandung argumentasi.
6. Akhirnya diatas semuanya, ia harus dipertimbangkan.
Selain sistem hukum yang berasal dari tradisi hukum islam dan sosialis/komunis, indonesia menganal dua sistem hukum yanitu eropa kontinental (civil law) dan anglo saxon (common Law).

B. Paham Integralistik
Integralistik atau kekeluargaan menurut soepomo. Maksudnya prinsipsatuan antara pimpinan dan rakyat, serta prinsip persatuan dalam negara seluruhnya, cocok denganpikir ketimuran. Menurutnya negara indonesia adalah wujudan dari republik desa yang besar dengan unsur dan wawasan modern.
Kelompok reformasi hukum perundang-undangan mengemukakan ada lima kelemahan UUD 1945, yaitu :
1. Struktur UUD 1945 menempatkan dan memrikan kekuasaan terlalu besar kepada presiden.
2. UUD 1945 tidak cukup memuat sistem checks dan balances.
3. UUD 1945 memuat berbagai ketenan yang tidak jelas (vague).
4. Kedudukan Penjelasan UUD 1945 dimana tidak ada kelaziman UUD memiliki penjelasan dan meteri muatan yang tidak konsisten dengan batang tubuh dan seharusnya ada menjadi muatan batang tubuh.
5. UUD 1945 memuat berbagai ketentuan yang mas harus diatur lebih lanjut dalam UU organik.
C. UUD 1945: Terinspirasi Negara Otoritarian
Ketentuan UUD 1945 yang terlalu sederhana dan multitafsir kemudian menjadi sumber inspirasi razim orde baru memasung kehidupan hukum dan berdemokrasi di indonesia. Namun jelas bahwa UUD 1945 didesain The founding fathers hanya bersifat sementara dan ditetapkan dalam suasana tergesa-gesa. Ini terdapat dalam pernyataan soekarno “tuan-tuan tentu mengerti, ini sekedar UUD sementara, UD kilat, barangkali boleh dikatakan revolusiegrondwef. Nanti kalau kita telah bernegara dalam suasan ebih tentram, kita akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih sempurna.
D. Reformasi Konstitusi dan Hukum
Sungguhpun reformasi diglangkan oleh komunitas kampus, LSM, lembaga media dan elemen masyarakat lain berhasil menggulingkan kekuasaan soeharto, sedikit banyak telah membawa pengaruh baik kepada sistem penyelenggara negara. Namun reformasi juga telah melahirkan gejala krisis kepercayaan sosial. Sungguh kita merasa miris jika menyaksikan carutmarut peradilan yang berlangsung. Lantaran belembaganya praktek mafia peradilan. Telha menjadiakan proses berperkara menjadi barang mahal, penuh ketidakpatian rasa keadilan masyarakat. Hal ini melahirkan sikap apatisme dan sisnisme masyarakat terhadap hukum.
Puncak dari ketidak percayaan masyarakat terhadap hukum akhirnya melahirkan gejala masyarakat yang suka main sendiri. Tindakan iniharus dihindari dengan pemberian kepastian hukum yang merupaka pelindungan yustisiable atas tindakan sewenang-wenang.pandangan assadiqie, bahwa UUD 1945 telah menjadi instrumen politik yang ampuh membenarkan berkembangnya kekuasaan otoritarianisme, pada akhirnya akan menyuburkan praktek KKM disekitar presiden.
BAB III
MENTALITAS BANGSA DAN FEODALISME
A. Bangas klien
Kuntowidjoyo mengatakan akibat dari mentalitas yang lemah telah membuat bangsa kita telah kehilgan jati diri, berkarakter, mandiri dan gandrung pada hal-hal asing. Melalui modal dan produk TKI, teknologi dan utang memperosokkaan diri kita menjadi bangsa klien. Menurutnya ada empat penyakit yang merusak mental bangsa Indonesia:
1. Komple inferioritas
2. Komplex selebriti
3. Komplex mistifikasi
4. Komplex xenomani
Kita juga harus mewaspadai kungkungan budaya feodalisme yang menggerogoti nilai-nilai egaliter dan berdemokrasi.


B. Manunggaling Kawulo lan Gusti
Penguasa feodal mengejawantahkan rasa keadilan dan kesejahteraan rakyat yang terpantul dalam sosok pribadinya, bukan pada aturanmain atau sistem. Atau dalam adat jawa lebih dikenal dengan istilah manunggaling kawulo lan gusti atau paha penyatuan seseorang dengan tuhan.
Menurut adnan buyung nasution. Kepemimpinan feodal yang merasuki penyelenggaraan sistem ketatanegaraan indonesia di masa modern sebagai berikut: HAM sedunia, demokrasi termasuk yang didalamnya, negara konstitusional dengan ketentuan membatasi penggunaan kekuasaan pemerintah dan kontrol efektif terhadapnya.
C. Pembangkangan Sipil
Keadilan sebuah negara bukan hanya diukur dengan toleransi terhadap ketidaksepahaman, tetapim melainkan juga toleransi terhadap pembangkangan otoritas. Demokrasi juga memberikan kepemimpinan kepada seseorang tokoh istimewa untuk memerintah, tetapi juga memberikan kepemimpinan kepada masyarakat untuk melakukan pengawasan. Oleh karena itu harus disyukuri adanya tokoh-tokoh yang kritis.
BAB IV
INTERVENSI ASING
A. UU Antiterorisme dan Tindakan Pidana Bom Bali
UU antiterosirme adalah contoh gambang tenteng ketidakberdayaan pemerintah terhadap intervensi asing. Penguasa tanpa sungkan mengundangkan UU meski dengan cara harus melanggar norma-norma hukum.
Roscoe pound berpendapat bahwa hakim dalam mengadili harus berpijak pada tiga langkah:
1. Menemukan hukum,
2. Menafsirkan kaidah yang ditetapkan,
3. Menerapkan kepada perkara yang dihadapi dengan kaidah yang telah ditentukan.


B. Hukum Internasional
Enam puluh negara telah meratifikasi statua roma sengaai dasar pembentukan mahkaman pidana internasional untuk mengadili pelaku kejahatan perang dan HAM. Perlu diketahui teroris bukanlah termasuk ranah kejahatan yang dimaksud dalam konvensi interasional.
C. Implikasi
UU antiterorisme telah menjadi instrument represif baru bagi penguasa untuk membatasi dan menindas hak-hak warga Negara, terutama terhadap mereka yang tidak sehaluan dengan kepentingan nasional dan asing (AS dan sekutunya). Pasca tragedi 9/11 juga mendorong kebangkitan nasionalisme sempit, serta mengilhami sejumlah Negara yang dahulunya melaksanakan sistem pemerintahan otoriter melakukan pemasungan kembali nilai-nilai demokrasi. Diskriminasi hukum ini jelas sangat bertentangan dengan prinsip Deklarasi HAM Universal yang menyatakan, setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum serta melanggar prinsip Persetujuan Internasional Hak Sipil dan Politik.
D. Neoimperialisme
Kampanye antiterorisme global amerika serikat (AS) diklaim dipicu oleh peristiwa peledakan menara kembar Word Trade Center (WTC), atas dasar perang melawan terorisme global itulah AS dan sekutunya secara membabibuta menyerang kedaulatan Negara lain seperti dilakukannya terhadap Negara afganistan. Ketidakadilan dan kesewenangan AS inilah bibit persemaian kekerasan global. Setelah kita sadari, ternyata dibalik kampanye antiterorisme global menyembul misi neoimperialisme.
KESIMPULAN
Dalam buku ini dipaparkan tentang penyesalan atau ketidakpuasan masyarakat terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Seperti diberlakukannya sejumlah produk hukum kolonial seperti WvS, WB, WvK, dan HIR/RBG. Hal ini juga menjadi penyesalan beberapa diantaranya Prof. Wirjono prodjodikoro yang berpendapat bahwa setelah sekian lama merdeka ternyata negara Indonesia masih memakai hukum peninggalan kolonial, yang nyata-nyata sangat diskriminatif. Yaitu dalam pelaksanaannya pemerintah kolonial membagi masyarakat hindia belanda kedalam beberapa golongan seperti : eropa, timur asing, dan pribumi. Apabila UU peninggalan kolonial tersebut masih diberlakukan hanya menjadikan para penguasa-penguasa lokal tidak ayalnya kolonialisme.
Dalam buku ini juga memuat tentang bahwa undang-undang peninggalan kolonial itu ipso jure tidak berlaku karena nilainya sudah bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini tercantum dalam maklumat pemerintah tanggal 10 oktober 1945. Dalam buku ini memberikan solusi bahwa di indonesia yang berlatar belakang mempunyai berbagai budaya, adat, dan agama, mempunyai hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) karena hukum ini telah lebih eksis daripada hukum kolonial. jadi, pemerintah atau lembaga yang berwenang membentuk UU hanya perlu untuk menggali hukum yang hidup dalam masyarakat.
Pembentukkan undang-undang di indonesia juga masih di intervensi oleh pihak asing, contohnya undang-undang anti teroris. Undang-undang ini lahir belum lama setelah peristiwa bom bali. Pada saat itu pemerintah mendapatkan tekanan internasional untuk menjerat pelaku, maka lahirlah Perpu No. 1/2002 dan akhirnya menjadi UU No. 15/2003 dan Perpu No. 2/2002 menjadi UU No. 16/2003. Menurut Prof. Dr. Baqir Manan berpandangan perpu dirancang hanya berkaitan pelanggaran di bidang pemerintah, tidak boleh mengatur hal-al yang bersifat kenegaraan maupun berkaitan dengan perlindungan dan jaminan hak-hak dasar rakyat. Disini nyata-nyata sungguh luar biasa rampasan hak kemerdekaan seseorang warga sampai diatur dalam Perpu. Intervensi asing di Indonesia ini adalah Amerika serikat dan sekutunya. Dengan berkedok kampanya anti teorisme global amerika serikat juga mengusung misi neoimperialisme.
Pada akhrinya saya beranggapan bahwa buku ini adalah merupakan luapan penyesalan para cendikia indonesia yang merasa tidak setuju dengan massih diberlakuannya undang-undang peninggalan kolonial.
Read More >>