Laman

Selasa, 27 November 2012

Hal hal yang mengenai likuiditas dalam perbankan

1. Apa akibat dilikuidasinya bank terhadap masyarakata.
a. Akibat dilikuidasinya suatu bank maka yang terjadi adalah masyarakat akan berbondong bonding menarik uangnya dalam jumlah yang besar dalam berbagai bank, hal ini dilakukan kerena masyarakat merasa tidak aman kalau menyimpan uangnya di bank
b. Masyarakat yang menyimpan uangnya d bank yang d likuidasi akan mengalami kesulitan ketika akan   menarik dananya
c.Runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap bank

2. Pengertian likuidasi bank.
   Menurut Kamus Perbankan, likuidasi adalah pembubaran perusahaan dengan penjualan harta perusahaan, penagihan piutang, dan perlunasan utang serta penjelasan sisa harta atau utang antara para pemilik.
Secara umum pengertian likuidasi bank adalah merupakan tindakan penyelesaian seluruh hak dan kewajiban bank sebagai akibat pencabutan izin usaha yang pembubaran badan hukum bank. Jadi likuidasi bank bukanlah sekedar pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank, tetapi berkaitan dengan proses penyelesaian segala hak dan kewajiban dari suatu bank yang dicabut izin usahanya. Setelah suatu bank dicabut izin usahanya, dilanjutkan lagi dengan proses pembubaran badan hukum bank yang bersangkutan, dan seterusnya dilakukan proses pemberesan berupa penyelesaian seluruh hak dan kewajiban (piutang dan utang) bank sebagai akibat dari pencabutan izin usaha dan pembubaran badan hukum bank.

3. Apakah pengertian sindikasi kredit (credit syndication)?.
  Sindikasi kredit adalah suatu sindikasi yang peserta-pesertanya terdiri dari lembaga-lembaga pemberi kredit yang dibentuk dengan tujuan untuk memberikan kredit kepada suatu perusahaan yang memerlukan kredit untuk membiayai suatu proyek.
Kredit sindikasi merupakan pinjaman yang diberikan dua atau lebih lembaga keuangan dengan persyaratan dan kondisi yang serupa, menggunakan dokumentasi yang umum dan ditatausahakan oleh suatu Agent Bank, disusun oleh arranger yang bertugas dan bertanggungjawab mulai dari proses solisitasi (permintaan pinjaman) nasabah sampai dengan proses penandatanganan kredit.

4. Apakah pengertian kredit sindikasi (syndicated loan)?.
   Kredit sindikasi adalah kredit yang diberikan oleh sindikasi kredit.. kredit sindikasi dapat diartikan sebagai dana yang diberikan secara bersama-sama oleh beberapa bank berdasarkan satu perjanjian kredit saja, dan pada saat yang sama diberikan juga oleh masing-masing bank tersebut.
Pada umumnya, kredit sindikasi memiliki kesamaan dengan kredit biasa.74 Keduanya sama-sama merupakan upaya bank untuk menyalurkan dana kepada pihak yang membutuhkannya untuk dipergunakan sebagai modal kerja atau keperluan investasi dalam jangka waktu tertentu. Namun demikian, terdapat banyak faktor yang membedakan keduanya. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor Perjanjian Kredit
   Dalam perjanjian kredit sindikasi terdapat ketentuan mengenai hubungan hukum antara debitur  dengan pihak-pihak terkait, seperti participants dan Agent Bank.
b. Faktor Lead Manager
   Dalam kredit sindikasi diperlukan satu pihak dari peserta sindikasi untuk memimpin mereka dalam melakukan kredit sindikasi. Pihak ini disebut Lead Manager.
c. Faktor Suku Bunga
   Pada kredit sindikasi. Ada kalanya dilakukan negosiasi khusus mengenai tingkat suku bunga yang akan dibebankan kepada debitur bersangkutan. Biasanya sistem suku bunga yang digunakan adalah Fixed Rate atau Floating Rate.
d. Faktor Market
   Target yang dituju dalam kredit sindikasi biasanya adalah perseroan terbatas.
e. Faktor Jangka Waktu
   Pada umumnya kredit sindikasi berjangka waktu panjang, antara 3-15 tahun.

5. Bagaimana pembubaran badan Hukum Bank yang dilikuidasi?
   
Menurut UU no 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin simpana sebagaimana yang telah diubah UU no 7 2009, LPS berwenang untuk melakukan pengurusan terkait likuidasi bank gagal dan sebagainya.  Sebagaimana yang telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan no 1/PLPS/ 2011 tentang Likuidasi Bank terkait dengan Pembubaran Badan Hukum Bank, dalam konteks Bank yang dilikuidasi, LPS mengambil alih wewenang RUPS yang salah satunya adalah melakukan Pembubaran badan hukum bank yang mana diurus oleh Tim Likuidasi bentukan LPS. Dalam pasal 22 Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan no 1/PLPS/ 2011 disebutkan dalam rangka pembubaran badan hukum bank, tim likuidasi melakukan tindakan; a.  memberitahukan kepada semua kreditur mengenai pembubaran badan hukum bank dengan cara mengumumkan pembubaran badan hukum bank dalam dua surat kabar harian yang mempunyai peredaran  luas dan dalam Berita Negara Republik Indonesia, b. memberitahukan pembubaranbadan hukum bank kepada instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-undangan. Ini dilaksanakan paling lama tiga puluh hari kalender sejak tanggal pembubaran badan hukum bank sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pemberitahuan kepada kreditur ini sekurang-kurangnya memuat; Pembubaran badan hukum bank serta dasar hukumnya, nama dan alamat tim likuidasi, tata cara pengajuan tagihan dan jangka waktu pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan adalah enam puluh hari sejak tanggal pengumumannya.

6. Jelaskan siapa saja yang memperoleh pembayaran dari hasil likuidasi bank?
 
Pihak-pihak yang memperoleh pembayaran dari hasil likuidasi menurut Peraturan Lembaga Penjamin Simpanan no 1/PLPS/ 2011, yang paling utama adalah kepada para kreditur, dalam pasal 38 diatur bahwa pembayaran kewajiban bank yang dilikuidasi kepada kreditur dilakukan dengan urutan;
a.  Penggantian atas talangan pembayaran gaji pegawai yang terutang
b.  Penggantian atas talangan pesangon pegawai
c.  Biaya perkara pengadilan, biaya lelang yang terutang dan biaya operasional kantor
d.  Biaya penyelamatan yang dilakukan LPS dan/atau pembayaran atas klaim penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS
e.  Pajak yang terutang
f.  Bagian simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan
g. Hak kreditur lainnya.
Dari sini saja sebenarnya sudah dilihat ada beberapa pihak yang mendapatkan pembayaran dari hasil likuidasi yaitu, pegawai (dalam hal ini termasuk direksi dan komisaris sesuai yang diatur pasal 23 sampai pasal 26), LPS sendiri, Negara (dalam hal pajak), Pengadilan, pelelangan, nasabah dan tentunya kreditur bank yang dilikuidasi tersebut. namun dalam pasal 30 dimungkinkan terdapat pihak lain yang berhak untuk mendapat pembayaran dalam rangka apabila bank melakukan kegiatan penitipan atau dalam kedudukan bank sebagai kustodian, tetapi ini harus menunggu sampai Neraca semntara likuidasi diserahkan ke LPS.

7. Jenis-jenis kredit sindikasi
Ada dua Jenis Kredit Sindikasi yaitu:
1. Sindikasi Murni   Kredit yang disindikasikan oleh dua bank atau lebih berdasarkan sebuah Perjanjian Kredit yang berlaku sama untuk semua Kreditur. Dokumen-dokumen Perjanjian Kredit ini diadministrasikan oleh Agen.
Tujuan: Mengorganisasikan proses pembentukan Kredit Sindikasi antara bank-bank dan/atau lembaga keuangan dalam rangka pembiayaan proyek berskala besar yang tidak mampu dibiayai sendiri oleh sebuah bank.
Keuntungan:  
-Ada peluang untuk memperoleh pembiayaan yang lebih besar.
-Prosedur administrasi yang mudah dan sederhana.
-Meningkatkan track record.
-Meningkatkan kredibilitas.
2.Club Deal
 
Fasilitas kredit multilateral untuk sebuah proyek yang spesifik berdasarkan perjanjian kredit bilateral antara Debitur dengan masing-masing Kreditur.
Tujuan: Sebagai pilihan alternatif bagi Debitur bila salah satu Kreditur memiliki keterbatasan dalam menyediakan atau meningkatkan faslitas kredit dalam hal skala pembiayaan, Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau pertimbangan risiko.
Keuntungan:
- Debitur memiliki kesempatan untuk mendapatkan pembiayaan atas proyeknya.
- Adanya negosiasi intensif antara Debitur dengan masing-masing Kreditur.
- Menjaga hubungan bisnis.
- Mengatasi masalah BMPK tanpa kehilangan nasabah.
- Masing-masing Kreditur memiliki wewenang untuk membuat keputusan sesuai dengan perjanjian bilateral dengan Debitur.
- Menyebarkan risiko.

8. Jelaskan primary market dan secondary market syndication dalam kredit sindikasi
Jenis-Jenis Syndication Market
a. Primary Market
 
Merupakan sindikasi kredit yang dibentuk oleh bank-bank yang sejak semula terpilih sebagai anggota sindikasi. Proses sindikasi primer ini terjadi pada periode sampai dengan penandatanganan perjanjian kredit sindikasi dimana semua anggota sindikasi tercatat dalam Bank (arranger) yang melaksanakan kegiatan “running the books”
b. Secoundary Market
 
Merupakan sindikasi kredit yang terjadi setelah Perjanjian Kredit Sindikasi ditandatangani. Ada 3 metode untuk menciptakan Sindikasi Sekunder :
a) Risk Participation
b) Assignment
c) Novation

Read More >>

Sabtu, 10 November 2012

Sedikit Menilik Otoritas Jasa Keuangan Menurut UU No. 21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan

I. Pendahuluan
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya UU ini selain pertimbangan Undang-Undang tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali dirubah, yakni ;
  • Sistem keuangan dan seluruh kegiatan jasa keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan produktif di dalam perekonomian nasional merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian nasional.

  • Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.

  • Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan

  • Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan.
Harapan penataan melalui UU No.21 Tentang Otoritas Jasa Keuangan :
  • Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.

  • Agar pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi
II. Asas-Asas OJK dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan berlandaskan asas-asas sebagai berikut:
  1. Asas independensi, yakni independen dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang OJK, dengan tetap sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  2. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan;

  3. Asas kepentingan umum, yakni asas yang membela dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat serta memajukan kesejahteraan umum;

  4. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan, serta rahasia negara, termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

  5. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  6. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan; dan

  7. Asas akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
III. Dewan Komisioner OJK
Dewan Komisioner adalah pimpinan tertinggi OJK yang bersifat kolektif dan kolegial, yang beranggotakan 9 (sembilan) orang. Kesembilan orang tersebut terdiri dari 7 (tujuh)  orang yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden, 1 (satu) ex-officio dari Bank Indonesia dan 1 (satu) ex-officio dari Kementerian Keuangan. Keberadaan Ex-officio ini dimaksudkan dalam rangka koordinasi, kerja sama, dan harmonisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter, dan sektor jasa keuangan
Tugas anggota Dewan Komisioner meliputi bidang tugas terkait kode etik, pengawasan internal melalui mekanisme dewan audit, edukasi dan perlindungan konsumen, serta fungsi, tugas, dan wewenang pengawasan untuk sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
IV. Tugas OJK
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan;

  2. Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan

  3. Kegiatan jasa keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.
Dalam menjalankan tugas pengaturan dan pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. Terkait Khusus Pengawasan dan Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan Bank yang meliputi :
    • Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank; dan

    • Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa;

    • Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank yang meliputi: likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank; laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank; sistem informasi debitur; pengujian kredit (credit testing); dan standar akuntansi bank;

    • Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi:  manajemen risiko; tata kelola bank; prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang; dan pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan; dan pemeriksaan bank.
  1. Terkait Pengaturan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan peraturan dan keputusan OJK;

    • Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

    • Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;

    • Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

    • Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
  1. Terkait Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan (Bank dan Non-Bank) yang meliputi :
    • Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

    • Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

    • Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

    • Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

    • Melakukan penunjukan pengelola statuter;

    • Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

    • Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

    • Memberikan dan/atau mencabut: izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya pernyataan pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, persetujuan atau penetapan pembubaran dan penetapan lain.
V. Hubungan Kelembagaan OJK dengan Bank Indonesia dan LPS.
Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang Perbankan antara lain: kewajiban pemenuhan modal minimum bank, sistem informasi perbankan yang terpadu, kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri, produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya, penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important bank dan data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.
Dalam hal Bank Indonesia untuk melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada OJK, akan tetapi tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank dan laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya hasil pemeriksaan.
Jika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia
OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.
Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.
OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.
VI. Hubungan Kelembagaan OJK dengan DPR RI
Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran OJK yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Penetapan anggaran OJK terlebih dahulu meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
OJK wajib menyampaikan laporan kegiatan triwulanan dan tahunan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Dalam hal persetujuan perjanjian internasional di sektor jasa keuangan menyangkut masalah hukum dan berdampak pada sistem keuangan nasional, OJK wajib mendapatkan konfirmasi dari Dewan Perwakilan Rakyat
Read More >>

Jumat, 09 November 2012

Kuliah Umum Kepada Ilmu Hukum UIN JKT Oleh Bapak Lukman H. Saifuddin

Pada pagi hari yang mendung melangkah bersama kawan-kawan seangkatan dan senior, dengan penuh antusias menuju bis yang telah menunggu sejak pagi hari. kenapa dengan antusias? karena hari ini aku dan kawan-kawan akan mendapatkan kuliah umum dari salah seorang yang berpengaruh di negara ini. Yaitu tidak lain adalah Bapak H Lukman H Syaifuddin yakni pada saat ini menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Tak memerlukan waktu yang cukup lama, bis telah terisi penuh oleh 85 orang mahasiswa. Sesaat setelah seluruh bangku didalam bis terisi penuh, pak sopir pun menjalankan bisnya dengan perlahan menuju gerbang keluar kampus tercinta Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di Ciputat, Tangerang Selatan - provinsi Banten. Sepanjang perjalanan terngingan ditelingan candaan dan obrolan para mahasiswa. Ada yang melanjutkan tidurnya, ada yang menyantap cemilan dan lain-lain. Situasi lalu lintas yang cenderung tidak ramai membuat bis rombongan cepat sampai ditujuan.
Perlahan bis rombongan kami memasuki kawasan senayan dan segera menuju gerbang belakang gedung DPR - MPR senayan. Dengan rasa takjub dan perasaan bangga dapat memasuki gedung yang merupakan salah satu tempat bersejarah di Indonesia. Di tempat ini pada tragedi tahun 1998, diduduki oleh ribuan mahasiswa yang kala ini melakukan demonstrasi masa menuntut turunnya presiden Mayjen. H. M. Soeharto yang telah berkuasa selama 36 tahun lamanya. Dan pada akhirnya presiden ke 2 (dua) Indonesia itu pun memundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Kemudian untuk sementara tampuk kepemimpinan negara di serahkan kepada Burhanudin Jusuf Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden Indonesia ke - 7 (tujuh).
Setelah memasuki ruangan nusantara V para mahasiswa pun berebutan untuk mendapatkan tempat duduk terdepan. aku menjadi salah satu mahasiswa yang mendapatkan tempat duduk kedua dari depan. Kembali terbayang jika ruangan inilah sering digunakan oleh para anggota dewan untuk rapat dan membicarakan hal-hal mengenai bangsa Indonesia. Sekaligus menjadi tempat tidur para dewan yang sedang mengikuti rapat.
Setelah mengikuti Kuliah Umum maka diakhiri sesi foto-foto mulai dari dalam ruangan kuliah umun sampai pada halaman depan gedung DPR MPR


Read More >>

Hak Pasien atas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit




Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:
a)     Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b)     hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c)     hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d)     hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e)     hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f)       hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g)     hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h)     hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:
a)      mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b)     meminta pendapat dokter atau dokter lain;
c)     mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d)     menolak tindakan medis;
e)     mendapatkan isi rekam medis.
Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:
a)     memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b)     memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c)     memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d)     memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
e)     memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f)       mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g)     memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h)     meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i)        mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j)       mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k)      memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l)        didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m)    menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n)     memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o)     mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p)     menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q)     menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r)       mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien adalah:
1.      Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)
2.      Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2.      Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3.      Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
sumber:  www.hukumonline.com
Read More >>

Selasa, 06 November 2012

PEMILU APAKAN MASIH MENJADI WUJUD ASPIRASI RAKYAT DI MASA DEMOKRASI INI?


Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
inilah yang tercantum dalam UU NOMOR 15 TAHUN 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. dari definisi diatas dapat ditarik unsur-unsur : langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila.
masihkan hai tersebut tercermin dalam pemilihan umum saat ini?
langsung! iya benar langsung langsung rakyat sendiri yang memilih. namun seperti dalam pemilihan-pemilihan yang telah berlangsung saat ini. jumlah angka Golput teramat tinggi. ini masalah
Bebas! benar bebas. bebas memilih dan tidak memilih. tapi masih banyak kecenderungan korupsi politik dikalangan para eksekutif seperti praktek nepotisme, pejabat dikalangan eksekutif yang tidak pro pada oknum penguasa dicopot dan digantikan dengan orang yang pro dengan penguasa yang saat tersebut sedang berkuasa. jadi unsur bebas dalam pemilu itu telah memudar.
Rahasia! memang rahasia memang siapa juga yang mau ikut masuk kedalam bilik suaras bareng-bareng? hehe #canda. Rahasia tak diketahui orang lain, pilihan kita hanya kitalah yang mengetahui. :)
Jujur! jujur mulai hal pendaftara, kampanye, dan proses penghitungan suara. kegiatan ini dilaksanakan oleh KPU dengan diawasi masyarakat dan para kandidat atau aktifis dari pendukung kandidat peserta pemilu.
Adil! tidak berat sebelah. pihak KPU sebagai penyelenggara tidak boleh memihak dan bebas dari intervensi pihak lain.

ya sekali lagi masihkah unsur-unsur tersebut terpenuhi? jawabnya tidak
seperti pendapat kebanyakan masyarakat jika ditanya "wah.. udah dekat nih Pemilu. bapak/ibu/mas/kamu milih siapa?" mereka menjawab "lihat siapa yang lebih banyak ngasih'y!".
ini mencerminkan kegiatan moneypolitik di kalangan masyarakat indonesia telah mengkhawatirkan.
ditambah jumlah Golput dimasing-masing wilayah semakin bertambah, yang mencerminkan kebosanan para masyarakat pada oknum yang ada dikalangan eksekutif yang pada masa kampanye memberikan janji-janji manis namun pada saat terpilih menjadi pejabat janji tinggallah janji. 
kita tidak bisa menyalahkan siapapun. 
ini tugas kita bangsa Indonesia. apa kita memilih bangkit atau pasrah pada semua ini?
Read More >>

Senin, 05 November 2012

Bill of Exchange and Letter of Credit


Bill of Exchange
Pengertian
Bill of Exchange merupakan salah satu dokumen yang lazim ada dalam transaksi ekspor impor. Bill of Exchange atau dalam bahasa Indonesia disebut Wesel adalah suatu alat pembayar yang berisi perintah tanpa syarat dari penerbit Wesel (drawer) kepada pihak lain (drawee) untuk membayar sejumlah uang kepada pihak tertentu (payee atau beneficiary) atau pihak lain yang ditunjuknya (order) pada saat diunjukkan atau pada waktu tertentu yang akan datang sesuai dengan jenis weselnya.

Pihak – pihak terkait dalam Bill of Exchange

Drawer yaitu pihak yang menerbitkan Bill of Exchange

Drawee, pihak yang mendapatkan perintah dari Drawer untuk melakukan pembayaran sejumlah uang tertentu atau pihak yang melakukan pembayaran.

Payee, pihak yang ditunjuk oleh Drawer untuk menerima uang atau pihak yang menerima pembayaran.

Tenor pada Bill of Exchange

Tenor pada sebuah wesel adalah jangka waktu dimana sebuah wesel dapat dibayarkan. Ditinjau dari jangka waktu pembayarannya, maka tenor pada Draft/Bill of Exchange/Wesel dapat dibedakan atas : Sight Draft (dibayarkan pada saat diunjukkan) dan Usance Draft (dibayarkan setelah beberapa waktu kemudian, sesuai dengan persyaratan yang ditentukan).

Endorsement pada Draft/Bill of Exchange/Wesel

Draft/Bill of Exchange/Wesel yang hasil pembayarannya ditujukan kepada pihak lain atau order dapat dialihkan pemilikannya dengan cara endorsement, yaitu pemindahan hak pembayaran suatu draft/bill of exchange dari suatu payee kepada payee yang lain dengan cara membubuhkan tanda-tangan pemegang asal (endorsan) pada bagian belakang Draft/Bill of Exchange tersebut. Endorsement dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

Blank endorsement, sering juga disebut general endorsement yaitu pemindahan hak atas wesel tanpa menyebutkan nama pihak yang akan menerima hak tersebut (payable to bearer).

Special Endorsement, pemindahan hak atas wesel kepada pihak tertentu, dan pihak terakhir ini masih dapat memindah-tangankan kepada pihak lain lagi, biasanya dalam wesel tercantum kata-kata “Pay to the order of …. (nama)”

Restricted Endorsement, pemindahan hak atas wesel kepada pihak lain, dimana pihak terakhir ini tidak dapat lagi memindahkannya kepada pihak lain lagi, biasanya tercantum kata-kata “Pay to …. (nama) only”.

Akseptasi pada Draft/Bill of Exchange/Wesel

Draft/Bill of Exchange/Wesel yang telah diaksep (disetujui akan dibayar pada saat jatuh tempo) oleh sebuah bank (banker’s acceptance) dengan membubuhkan kata-kata “Accepted” disertai dengan tanda-tangan atau dapat juga dilakukan dengan hanya menanda-tangani dibagian depan Draft/Bill of Exchange/Wesel untuk membedakannya dengan endorsement.




Letter of Credit (L/C)

Letter of Credit (L/C) atau Documentary Credit atau Credit merupakan cara pembayaran dalam suatu transaksi Perdagangan Internasional atau transaksi ekspor - impor yang paling aman bagi seller/eksportir maupun bagi buyer/importir. Berbeda dengan pola pembayaran lainnya dalam Perdagangan Internasional/transaksi ekspor-impor, maka Letter of Credit menjadi suatu instrumen atau alat yang dapat melindungi eksportir dan importir dari tidak dipatuhinya kewajiban-kewajiban yang dipersyaratkan kedua-belah pihak. Dalam proses pelaksanaan transaksi Letter of Credit, maka hampir semua bank mengharuskan agar L/C tunduk pada UCPDC (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits) yang merupakan seperangkat ketentuan yang berlaku universal terhadap setiap Letter of Credit/Documentary Credit. Bila suatu L/C atau credit mengindikasikan secara tegas bahwa L/C tunduk kepada UCPDC. Maka UCPDC mengikat semua pihak kecuali dengan tegas dimodifikasi atau tidak diberlakukan oleh Credit.

Definisi Letter of Credit

Pasal 2 UCPDC Revisi 2007, Publikasi ICC No.600 atau dikenal dengan UCP 600 mendefinisikan sebagai berikut :

Letter of Credit atau Credit berarti setiap janji, bagaimanapun dinamakan atau diuraikan, yang bersifat irrevocable dan karenanya merupakan janji pasti dari Issuing Bank untuk membayar presentasi yang sesuai, membayar/honour berarti :

Membayar atas unjuk jika credit tersedia dengan pembayaran atas unjuk Menanggung janji pembayaran yang ditangguhkan dan membayar pada saat jatuh tempo jika credit tersedia dengan pembayaran yang ditangguhkan Mengaksep bill of exchange (draft) yang ditarik oleh beneficiary dan membayar pada saat jatuh tempo, jika credit tersedia dengan akseptasi.

Pihak - Pihak terkait dalam Letter of Credit (L/C)

1. Applicant, pihak yang meminta kepada banknya untuk menerbitkan L/C kepada beneficiary biasanya importer 2. Beneficiary, pihak yang menerima L/C atau pihak yang mendapatkan manfaat dari terbitnya L/C. 3. Issuing Bank, yaitu bank yang menerbitkan Letter of Credit/Credit atau L/C atas permintaan applicant atau atas nama bank sendiri. 4. Advising Bank, bank yang menerima L/C dari Iss. Bank dan meneruskan L/C tersebut kepada beneficiary atau bank lain yang ditunjuk dalam L/C. 5. Negotiating Bank, bank yang mengambil-alih (melakukan negosiasi) dokumen L/C 6. Reimbursing Bank, bank yang ditunjuk oleh Iss. Bank untuk melakukan pembayaran atas tagihan negosiasi dokumen L/C yang diajukan oleh negotiating bank. 7. Paying Bank, bank yang bertugas membayar atas adanya tagihan dokumen L/C. 8. Accepting Bank, bank yang mengaksep draft (wesel) yang ditarik oleh beneficiary dan membayarnya pada saat jatuh tempo. 9. Confirming Bank, bank selain Iss. Bank yang juga menjamin pembayaran L/C yang diterbitkan Issuing Bank. 10. Transferring Bank, bank yang diberi kuasa di dalam L/C untuk mentransfer L/C atas permintaan beneficiary L/C itu ke beneficiary yang lain.

Dokumen Dokumen Dalam Letter of Credit (L/C)

Dalam kaitannya dengan dokumen maka hal yang perlu dicatat dalam transaksi Letter of Credit (L/C) adalah pasal 5 UCP 600 yang berbunyi :

Bank-bank berurusan dengan dokumen-dokumen dan tidak dengan barang, jasa atau pelaksanaan terhadap mana dokumen-dokumen tersebut mungkin berkaitan.

Oleh karena itu transaksi Letter of Credit adalah transaksi dokumen yang berkaitan dengan barang yang dikapalkan.

Dokumen Pengangkutan Bill of Lading, pengangkutan melalui laut Airway Bill, pengangkutan melalui udara

Invoice atau Commercial Invoice atau faktur pada dasarnya merupakan suatu sarana bagi penjual/seller/eksportir untuk memperhitungkan harga barang kepada pembeli/buyer/importer sesuai dengan kesepakatan. Beberapa macam Invoice, yaitu : Commercial Invoice, Invoice yang diterbitkan dan ditanda-tangani oleh Seller dan ditujukan kepada buyer/importer. Consular Invoice, Invoice yang diterbitkan oleh konsulat Negara pembeli yang berada di Negara penjual atas dasar Commercial Invoice. Visaed Invoice, Invoice yang diterbitkan oleh penjual/seller/eksportir dan di-counter-sign oleh konsulat Negara pembeli yang berada di Negara penjual/eksportir. Proforma Invoice, Invoice yang dikeluarkan seller/eksportir mendahului pengiriman barang, biasanya baru dalam tahap penawaran. Consignment Invoice, Invoice untuk barang konsinyasi

Polis Asuransi List atau Daftar Packing List, daftar perincian barang serta cara dan bahan pembungkus barang yang bersangkutan. Weight List atau Measurement List, daftar perincian barang mengenai timbangan/ukuran barang

Certificate, suatu keterangan yang dikeluarkan oleh orang atau instansi yang berwenang mengenai keadaan barang Certificate of Origin, keterangan yang menyatakan Negara asal barang Certificate of Quality, keterangan yang menyatakan tentang mutu barang Certificate of Analysis, keterangan yang menyebutkan uraian, campuran atau bahan –bahan dan proporsi bahan yang terdapat dalam barang-barang. Certificate of Inspection, kerterangan yang menyatakan bahwa barang telah diperiksa Dan dokumen lain yang diminta oleh L/C.

Keunggulan dan kelemahan transaksi Letter of Credit

Maksud dan tujuan dipakainya L/C sebagai cara pembayaran dalam transaksi ekspor – impor adalah untuk memberikan keyakinan kepada pihak-pihak terkait terutama beneficiary dan applicant bahwa dengan L/C semua pihak akan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang tertuang dalam L/C. Namun demikian dalam praktek sesungguhnya transaksi dengan L/C juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain :

Bagi eksportir

Jika dokumen mengandung discrepancy(ies) atau penyimpangan, maka meskipun barang telah dikapalkan/dikirim sesuai dengan pesanan, eksportir berpotensi tidak memperoleh pembayaran (karena bank hanya berurusan dengan dokumen) atau bila dibayarkan dipotong biaya discrepancy

Bagi Importir

Biaya-biaya yang sehubungan dengan transaksi L/C, pembukaan L/C, Akseptasi, dll.



Read More >>