Laman

Jumat, 29 Agustus 2014

Hidup Yang Tiada Arti #Chapter 2

keriuhan terdengar sayup-sayup ditelinganya. makin lama makin jelas terdengar ucapan 

"istigfar wahyu... Istigfaaaaaar"

perih yang teramat sangat terasa dari pergelangan tangan kanannya. ingin rasanya ia membuka mata untuk mengetahui apa yang sedang ia alami. Namun kelopak matanya terasa kaku dan sukar untuk dibuka. kembali ia rasakan bumi tempatnya berpijak goyah dan berputar-putar dan akhirnya ia tak mampu merasakan apa-apa lagi.

bagai terbangun dari tidur panjang ia bangkit. namun ia tak tau berada dimana. segala penjuru amat terang tak nampak sudut apapun. tiba-tiba,

"waktumu belum sampai! kembali dan perbaikilah apa yang mesti diperbaiki" suara menggema

tak nampak siapapun dimana-mana. ia mencoba untuk menjawab tetapi bibirnya laksana terkunci dan tak dapat ia buka. 

"apa aku mimpi?" ucapnya dalam hati
"tidak! aku sudah memotong nadiku aku pasti sudah mati" sambungnya masih dalam hati

"waktumu belum sampai! kembali dan perbaikilah apa yang mesti diperbaiki" suara menggema yang kembali membuatnya terkaget karena suaranya agak sedikit keras

ia teringat dengan malangnya ia menjalani hidup selama ini. tak ada jati diri, tak ada harga diri, tak ada yang dimiliki, dan tak menjadi siapapun. alkoholic, prostitusi, dan dunia malam adalah julukan yang ia bangun selama ini. air matanya kembali tumpah mengingat semua apa yang telah ia lakukan dan kali ini tanpa suara.
 
ruangan tempatnya berubah menjadi gelap, dan tak tau darimana hawa dingin menyelimuti tubuhnya dan ia merasa bagai sedang jatuh dari ketinggian.
***
Read More >>

Selasa, 26 Agustus 2014

Sudah Cukupkah Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transaksi Online?

Penggunaan internet yang semakin luas ke berbagai bidang telah membawa banyak perubahan dalam cara kita beraktifitas.
 
Berkembangnya cara transaksi ecommerce merupakan revolusi terbesar yang diikuti oleh masalah hukum yang muncul dari terjadinya transaksi ini, karena belum adanya perlindungan terhadap konsumen online.

Tak dipungkiri ragam persoalan pun mencuat akibat lemahnya posisi konsumen dalam transaksi ecommerce, ditambah pula dengan ketidaktahuan konsumen ke mana harus mengadu ketika masalah muncul.

Undang-undang No 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memberikan dua hal penting. Pertama, pengakuan transaksi elektronik dan dokumen eletronik dalam rangka perikatan dan hukum pembuktian, sehingga kepastian hukum transaksi elektronik dapat terjamin.

Kedua, diklasifikasinya tindakan-tindakan yang termasuk kualifikasi pelanggaran hukum terkait penyalahgunaan TI (Teknologi Informasi) disertai dengan sanksi pidananya. Dengan begitu setidaknya kegiatan ecommerce mempunya basis legalnya.

Sementara, undang-undang Perlindungan Konsumen Nomor 8  Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen di antaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang atau jasa, hak untuk memilih barang atau jasa, serta mendapatkan barang atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagai mestinya dan sebagainya.

Husna Zahir, Pengurus Harian YLKI mengatakan mengatakan meski undang-undangnya sudah ada, namun perlindungan hukum terhadap konsumen masih belum cukup kuat.  Undang-undangnya harus dipertajam lagi. Kami terus berdiskusi dengan pihak terkait, apakah ini akan menjadi satu undang-undang sendiri.

Menarikanya, kata Husna, meskipun hanya satu pasal, dalam undang-undang perdagangan yang baru sudah ada yang menyinggung soal ecommerce, tinggal bagaimana itu diturunkan dengan peraturan pemerintah dan menteri terkait untuk memastikan itu bisa dijalankan dan melindungi konsumen.

Editor: Wahid FZ
Read More >>