Laman

Rabu, 24 April 2013

Kerjasama Pertanian Islam


A. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH

  1. Pengertian dan Dasar Hukum
Menurut etimologi muzara'ah memiliki  arti al inbat yakni menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan lahannya berikut bibit yang diperlukan kepada pekerja tani untuk diolah, sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, seperti setengah, sepertiga, atau lebih dari itu.

Bila dalam kerjasama bibit disediakan oleh pekerja , maka secara khusus kerjasama ini disebut mukhabarah demikian menurut ulama syafi'i perbedaan antara muzaraah dan mukhabarah.

Kerjasama muzara'ah dan mukhabarah menrut ulama hukumnya boleh, dasarnya adalah riwayat bukhari yang menyatakan:
bahwasanya Rasul Allah SAW mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dhasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah-buahan”

  1. Syarat dan Rukun Muzaraah
Rukun muzara'ah :
  1. pemilik lahan (shahib al-ardhi)
  2. petani penggarap (al-amil muzari’i)
  3. objek muzara’ah (lahan dan keuntungan)
  4. ijab Qabul
Syarat Muzara'ah :
bagi yang melakukan akad disyaratkan baligh dan berakal. Pendapat ulama Hanafiyah menambahkan bahwa salah seorang atau keduanya bukan orang yang murtad, kerena tindakan hukum orang yang murtad dianggap mauquf.

Syarat yang menyangkut tanah pertanian antara lain tanahnya dapat digarap, tidak tandus, batasnya jelas. Syarat yang berkaitan dengan hasil panen adalah pembagian hasil panen bagi masing-masing pihak harus jelas, hasil itu benar-benar milik bersama orang yang berakad tanpa boleh ada pengkhususan, dan pembagian hasil panen ditentukan sejak dari awal akad, agar tidak menimbulkan perselisihan.

  1. berakhirnya akad muzara'ah
akad kerjasama muzara'ah dan mukhabarah dapat berakhir jika:
    1. habisnya masa usaha pertanian dengan panen atau sebelum panen
    2. atas permintaan salah satu pihak sebelum panen atau pihak pekerja jelas-jelas tidak mampu melanjutkan pekerjaannya
    3. kematian pihak yang mengadakan akad menurut pendapat Abu Hanifah, tetapi menurut pendapat madzhab Maliki dan Syafi'i muzara'ah tidak putus dengan kematian salah satu pihak yang berakad
d.  Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
a.   Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah dengan petani penggarap.
b.   Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c.   Tertanggulanginya kemiskinan.
d.   Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki kemampuan      bertani

B. MUSAQAH
1. Pengertian dan dasar hukum Musaqah

Menurut bahasa, Musaqah berasal dari kata “As-Saqyu” yang artinya penyiraman. Sedangkan menurut istilah musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun (tanah) dengan petani penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan perjanjian.
Musaqah hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW :

عَنِ ابْنِ عُمَرَرَضِيَ الله ُعَنْهُمَاأَنَّ النَّبِيَّ ص م عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطٍ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ
ثَمَرٍأَوْزَرْعٍ    (متفق عليه)

Dari ibnu Umar ra. “bahwasanya Nabi SAW telah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari lahan tersebut” (HR. Muttafaq Alaih).
  1. 2. Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun Musaqah (Musaqi) adalah sebagai berikut:
a. Pemilik kebun dan petani penggarap (Saqi).
b. Pohon atau tanaman dan kebun yang dirawat.
c. Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat pekerjaannya.
d. Pembagian hasil tanaman atau pohon.
e. Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat.
Sementara itu syarat-syarat musaqah adalah sebagai berikut :
a. Pohon atau tanaman yang dipelihara harus jelas dan dapat dilihat.
b. Waktu pelaksanaan musaqah harus jelas, misalnya: setahun, dua tahun atau  
     sekali panen atau lainnya agar terhindar dari keributan di kemudian hari.
c. Akad Musaqah yang dibuat hendaknya sebelum nampak buah atau hasil dari      
     tanaman itu.
d. Pembagian hasil disebutkan secara jelas.
3. Masa berakhirnya Musaqah

Akad musaqah akan berakhir apabila :
a. Telah habis batas waktu yang telah disepakati bersama.
b. Petani penggarap tidak sanggup lagi bekerja.
c. Meninggalnya salah satu dari yang melakukan akad.

4. Hikmah Musaqah
  1. Dapat terpenuhinya kemakmuran yang merata.
  2. Terciptanya saling memberi manfaat antara kedua belah pihak (si pemilik tanah dan petani penggarap).
  3. Bagi pemilik tanah merasa terbantu karena kebunnya dapat terawat dan menghasilkan.
  4. Disamping itu kesuburan tanahnya juga dapat dipertahankan.
C. MUGHAARASAH

Pengertian mughaarasah adalah suatu perjanjian yang dilakukan antara pemilik tanah garapan dan penggarap untuk mengolah dan menanami lahan garapan yang belum ditanami (tanah kosong) dengan ketentuan mereka secara bersama sama memiliki hasil dari tanah tersebut sesuai dengan kesepakatan yang dibuat bersama. Masyarakat Syam menyebutnya dengan munaasabah (paroan) karena lahan yang telah diolah menjadi milik mereka secara bersama sama dan masing masing pihak mendapat bagian separo.

DASAR HUKUM MUGHAARASAH

Ulama fiqh berpendapat tentang kebolehan  mughaarasah. Jumhur ulama (mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hanbali) berpendapat tidak boleh karena ada kemungkinan mengandung unsur gharar (ketidakpastian) baik ketidak pastian itu menimpa pengolah ataupun pemilik tanah. sedang mazhab Maliki mengatakan boleh dengan beberapa persyaratan.
Menurut Imam Abu Hanifah perjanjian tersebut tidak sah karena :
1.      Karena dalam kerja sama tersebut lahan yang akan dijadikan objek kerja sama, sudah menjadi hak milik salah satu pihak. Persyaratan tersebut menjadikan kerja tidak seimbang, karena Mugha'aris (orang yg menyuruh garap) telah lebih dulu memiliki lahan sedang penggarap tidak memiliki apa apa. Padahal dalam salah satu bentuk kerja sama ditentukan ada kesinambungan dari segi modal dan keuntungan.
2.      Dalam mughaarasah, pemilik tanah menjadikan separo dari tanahnya sebagai upah bagi penggarap atas pekerjaan yang dilakukannya. Dengan demikian sama halnya penggarap membeli separo dari tanah garap yang ada dengan mengerjakan seluruhnya. Hal ini berarti, penggarap membeli separo lahan dengan mengerjakan seluruh lahan yang tersedia, padahal usaha penggarapannya belum pasti dilakukan sewaktu perjanjian dilakukan. Di sisi lain, batas batas kemampuan penggarap pada saat penggarapan belum jelas. Hal ini berarti secara tidak langsung akad yang dilakukan tersebut sudah sejak awal tidak memenuhi syarat, karena mengadakan akad terhadap sesuatu yang belum jelas.
3.      Dalam mughaarasah penggarap mendapat upah berupa separo dari tanah garapannya, oleh karena itu bentuk upahnya tidak pasti baik luas maupun batasnya, sehingga menganding unsur ketidakpastian. Karena upah yang diterima tidak pasti, maka boleh jadi akan merugikan pihak  berdua dan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah. Bila akad sudah batal, maka semua garapan jadi milik pihak pertama, dan penggarap hanya mendapat upah maksimum sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya bukan separo dari garapan yang telah selesai digarap. 
Namun, Imam Abu Hanifah membenarkan bila pemilik lahan dan penanam berbagi hasil dari semua penghasilan kebun tersebut (tidak membagi lahan) sebagai upah dari penggarap yang dilakukan oleh pengolah tanah kosong tersebut adalah hasil dari kebun itu setelah berbuah.
Imam Malik membenarkan mughaarasah apabila memenuhi lima syarat :
  • Tananam yang ditanam oleh penggarap adalah tanaman keras dengan menghasilkan buah yang dipetik dan bukan tanaman palawija.
  • Jenis tanaman yang akan ditanam tidak jauh berbeda masa antara satu jenis dan jenis yang lain. Bila jenisnya jauh berbeda antara masa berbuahnya, maka tidak dibolehkan melakukan perjanjian mughaarasah.
  • Penentuan waktu mughaarasah itu jangan terlalu lama. Bila disyaratkan masa perjanjian itu sampai tanaman berbuah, maka perjanjian itu tidak dibenarkan.
  • Penggarap mempunyai bagian tertentu dari tanah garapannya, berupa tanah beserta garapannya.
5.      Perjanjian tersebut tidak terkait dengan tanah yang dipersengketakan karena ada kemungkinan akan merugikan pihak penggarap, sebab ada kemungkinan tanah itu akan berpindah tangan kepihak ketiga.

Read More >>