Langsung ke konten utama

TINDAK PIDANA CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008


A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyclesaikan pekeijaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan, mengakibatkan masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer.
Usaha mewujudkan cita-cita hukum (rechtside) untuk mensejahterakan masyarakat melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cars yang memiliki peran paling strategic. Dikatakan demikian karena hukum pidana hanya sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (social).
Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku mayarakat dan peradaban manusia secara global. Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan social yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber, yang diambil dari kata Cyber Law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi.Istilah lain yang digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (Law Of Information Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan hukum Mayantara. Itilah-itilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbaris virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan "Dunia Maya" akan cukup menghadapi persoalan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai "maya", sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyberspace, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budaya-etika, dan ketiga pendekatan hukum. Untuk mengatasi keamanan gangguan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, diintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak.
Melihat fakta hukum sebagaimana yang ada pada saat ini, dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disalah gunakan sebagai sarana kejahatan ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga Cyber Crime yang terjadi dapat dilakukan upaya penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan teramat penting karena dalam penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, di samping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan Undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga perbuatan mana didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP) kita, yakni sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal I ayat (1) KUHP " Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali" atau dalam istilah lain dapat dikenal, " tiada pidana tanpa kesalahan".
Bertolak dari dasar pembenaran sebagaimana diuraikan di atas, bila dikaitkan dengan Cyber Crime, maka unsur membuktikan dengan kekuatan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya untuk diantisipasi di samping unsur kesalahan dan adanya perbuatan pidana. Akhirnya dengan melihat pentingnya persoalan pembuktikan dalam Cyber Crime, skripsi ini hendak mendeskripsikan pembahasan dalam fokus masalah Hukum Pembuktian terhadap Cyber Crime dalam Hukum Pidana Indonesia.
Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, bagaimana pembuktian-¬pembuktian dalam Cyber Crime cukup sulit dilakukan mengingat, bahwa hukum di Indonesia yang mengatur masalah ini masih banyak cacat hukum yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku Cyber Crime untuk lepas dari proses pemidaan.
Bentuk-bentuk Cyber Crime pada umumnya yang dikenal dalam masyaakat dibedakan menjadi 3 (tiga) kualifikasi umum, yaitu :
a. Kejahatan Dunia Maya yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer
1.    Illegal access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer)
2.    Data interference (mengganggu data komputer)
3.    System interference (mengganggu sistem komputer)
4.    Illegal interception in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem, dan jaringan operasional komputer)
5.    Data Theft (mencuri data)
6.    Data leakage and espionage (membocorkan data dan memata-matai)
7.      Misuse of devices (menyalahgunakan peralatan komputer)
b. Kejahatan Dunia Maya yang menggunakan komputer sebagai alat kejahatan
1.      Credit card fraud (penipuan kartu kredit)
2.      Bank fraud (penipuan terhadap bank)
3.      Service Offered fraud (penipuan melalui penawaran suatu jasa)
4.      Identity Theft andfraud (pencurian identitas dan penipuan)
5.      Computer-related fraud (penipuan melalui komputer)
6.      Computer-related forgery (pemalsuan melalui komputer)
7.      Computer-related betting (perjudian melalui komputer)
8.      Computer-related Extortion and Threats (pemerasan dan pengancaman melalui komputer)
c.   Kejahatan Dunia Maya yang berkaitan dengan isi atau muatan data atau sistem komputer
1.      Child pornography (pornografi anak)
2.      Infringements Of Copyright and Related Rights (pelanggaran terhadap hak cipta dan hak-hak terkait)
3.      Drug Traffickers (peredaran narkoba), dan lain-lain.
Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis dalam hal ruang siber sudah tidak pada tempatnya lag] untuk kategorikan sesuatu dengan ukuran dalam kualifikasi hukum konvensional untuk dijadikan obyek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subyek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata.
Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat peraturan perundang-undangan pidana) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Selanjutnya untuk menentukan bagaimana suatu langkah (usaha) yang rasional dalam melakukan kebijakan tidak dapat pula dipisahkan dari tujuan kebijakan pembangunan itu sendiri secara integral. Dengan demikian dalam usaha untuk menentukan suatu kebijakan apapun (termasuk kebijakan hukum pidana) selalu terkait dan tidak terlepaskan dari tujuan pembangunan nasional itu sendiri; yakni bagaimana mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Selain itu, perkembangan hukum di Indonesia terkesan lambat, karena hukum hanya akan berkembang setelah ada bentuk kejahatan baru. Jadi hukum di Indonesia tidak ada kecenderungan yang mengarah pada usaha preventif atau pencegahan, melainkan usaha penyelesaiannya setelah terjadi suatu akibat hukum. Walaupun begitu, proses perkembangan hukum tersebut masih harus mengikuti proses yang sangat panjang, dan dapat dikatakan, setelah negara menderita kerugian yang cukup besar, hukum tersebut barn disahkan. Kebijakan hukum nasional kita yang kurang bisa mengikuti perkembangan kemajuan teknologi tersebut, justru akan mendorong timbulnya kejahatairkejahatan baru dalam masyarakat yang belum dapat dijerat dengan menggunakan hukum yang lama. Padahal negara sudah terancam dengan kerugian yang sangat besar, namun tidak ada tindakan yang cukup cepat dari para pembuat hukum di Indonesia untuk mengatasi masalah tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah kendala-kendala yuridis yang dihadapi oleh Perangkat hukum di Indonesia untuk menangani para pelaku Kejahatan dunia Maya terkait dengan masalah pembuktian Cyber Crime tersebut?
2.      Bagaimanakah Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang terkait dengan proses pembuktian dalam tindak pidana Cyber Crime yang dapat dilakukan oleh Perangkat Hukum Di Indonesia?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEKANISME PASAR : PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Persoalan rendahnya daya beli masyarakat, tidak sekedar dipengaruhi oleh peningkatan harga barang dan jasa, melainkan dipengaruhi oleh faktor rendahnya tingkat  pendapatan konsumen. Untuk meningkatkan pendapatan individu (personal income), diperlukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki produktivitas yang tinggi yang tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga dinamakan jumlah yang diminta dari komoditi tersebut. Sehubungan dengan konsep ini, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah yang diinginkan adalah suatu jumlah yang diinginkan pada tingkat harga komoditi tersebut dan pada harga komoditilain, Pendapatan konsumen dan sebagainya yang sudah tertentu. Jumlah ini kemungkinan tidak sama dengan jumlah yang benar-benar dibeli oleh konsumen. Ini dapat terjadi bila jumlah yang tersedia di pasar tidak cukup, sehingga jumlah yang ingin dibeli melebihi jumlah yang benar-benar di...

KULIAH UMUM BERSAMA Maria Farida Indrati

           Hari yang sudah sekian lama dinantikan oleh semua mahasiswa Ilmu Hukum FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yaitu hari dimana kami semua akan melakukan kunjungan studi ke salah satu lembaga negara yakni Mahkamah Konstitusi. Adapun yang akan menerima kami adalah yang paling cantik dan paling baik Ibu Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. . Beliau adalah wanita pertama dan satu-satunya yang menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi. Acara ini terkabul atas kerjasama/konsolidasi yang dilakukan oleh salah satu dosen kami yang mengampu mata kuliah  Ilmu Perundang-Undangan yaitu Cak Nur Habibi Ihya. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H menyelesaikan program sarjana hokum pada tahun 1975 kemudian meneruskan pada jenjang Notariat yang diselesaikan pada 1982, pasca sarjana bidang hokum Universitas Indonesia yang diselesaikan pada tahun 1997, dan pada tahun 2002 menyelesaikan program doktoralnya di program docto...

Kerjasama Pertanian Islam

A. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH Pengertian dan Dasar Hukum Menurut etimologi muzara'ah memiliki   arti al inbat yakni menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan lahannya berikut bibit yang diperlukan kepada pekerja tani untuk diolah, sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, seperti setengah, sepertiga, atau lebih dari itu. Bila dalam kerjasama bibit disediakan oleh pekerja , maka secara khusus kerjasama ini disebut mukhabarah demikian menurut ulama syafi'i perbedaan antara muzaraah dan mukhabarah. Kerjasama muzara'ah dan mukhabarah menrut ulama hukumnya boleh, dasarnya adalah riwayat bukhari yang menyatakan: “ bahwasanya Rasul Allah SAW mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dhasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah-buahan” Syarat dan Rukun Muzaraah Rukun muzara'ah : ...