Langsung ke konten utama

Budaya Indonesia (menurutku)

Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan berbudi pekerti luhur, seperti yang digembor-gemborkan oleh berbagai tokoh masayarakat di Indonesia kepada negeri luar. tapi seperti yang saya lihat saat ini budaya tersebut berganti oleh budaya bekerja.
hal tersebut tidak lain dan tidak bukan saya simpulkan, karena saat saya belajar mulai dari taman kanak kanak sampai saat ini disaat kuliah semester akhir masih saja ambisi untuk menduduki posisi tertentu baik itu di corporate, kementerian/lembaga, dan lain-lain. ini membuat saya kembali berpikir kenapa saya tidak menjadi pemberi pekerja?
menjadi pemberi kerjapun kembali lagi tidak dapat berbuat banyak, karena tetap saja harus memuliakan salah satu pihak (pihak terkait). artinya seorang calon pemberi kerja yang memiliki modal, tidak serta merta dapat menjadi pemberi kerja. namun harus melakukan sesuatu kepada beberapa pihak untuk mendapatkan perizinan dan perlindungan, dalam hal untuk pelaku usaha adalah melakukan pendaftaran pada lembaga terkait. tak ayal pada proses pendaftaran tersebut akan terjadi deal-deal antara lembaga pendaftaran sebagai pihak pemberi izin dan pelindung bagi pelaku usaha menjalankan usahanya tersebut.
sebagi contoh : seorang pengusaha ingin membuat sebuah badan hukum kadang kala untuk memuluskan kepentingannya pengusaha ini memberikan hadiah kepada petugas atau pengawas. dan apa bila praktek seperti ini dilakukan beberapa pihak saja tidak lah menjadi masalah, akan tetapi hampir semunya melakukan praktik-praktik seperti itu.

praktik tersebut akan menjadi sengketa jika salah satu pihak dianggap ingkar atau wanprestasi. karena terjadi tumpang tindih kepentingan. petugas-petugas yang idealis biasanya menduduki jabatan yang rendah dari oknum yang tersangkut masalah tersebut. hal tersebut menjadikan petugas-petugas yang idealis yang berada dikalangan bawah.

Budaya sebagai pekerja bagi bangsa indonesia sebenarnya dapt berimplikasi positif untuk bangsa Indonesia, jika diperuntukkan benar-benar astas kepentingan bangsa bukan kepentingan bersama.
mengapa demikian?
karena, definisi kepentingan bersama versi bangsa Indonesia bukan sama-sama bangsa Indonesia tetap kepentingan sesama partai, suku, golongan dan lain-lain.
bukankan bangsa indonesia akan menjadi besar dengan pluralismenya, kurang lebih begitu kata foundingfather bangsa Indonesia yang egois menyatukan nusantara dalam satu nation. sedang ia sendiri belum yakin untuk menyatukannya.
belum lagi dengan sifat dasar manusia yang selalu tidak puas dengan apa yang telah ia peroleh. contohnya adalah usaha melanggengkan kekuasaan orde baru yang dipimpin oleh soeharto yang telah memupuk praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. sama juga dengan apa yang terjadi pada era orde lama. dimana soekarno dinobatkan sebagai presiden seumur hidup.
tetapi terserahlan dengan semua keegoisan tersebut. namun keegoisan tersebut telah "MENGANTARKAN BANGSA INDONESIA KEDEPAN PINTU GERBANG KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA" kurang lebih begitu frase yang tertulis dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negera Republik Indonesia Tahun 1945, "PINTU GERBANG KEMERDEKAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA YANG TIDAK PERNAH IA MASUKI"

jerry

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEKANISME PASAR : PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Persoalan rendahnya daya beli masyarakat, tidak sekedar dipengaruhi oleh peningkatan harga barang dan jasa, melainkan dipengaruhi oleh faktor rendahnya tingkat  pendapatan konsumen. Untuk meningkatkan pendapatan individu (personal income), diperlukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki produktivitas yang tinggi yang tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga dinamakan jumlah yang diminta dari komoditi tersebut. Sehubungan dengan konsep ini, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah yang diinginkan adalah suatu jumlah yang diinginkan pada tingkat harga komoditi tersebut dan pada harga komoditilain, Pendapatan konsumen dan sebagainya yang sudah tertentu. Jumlah ini kemungkinan tidak sama dengan jumlah yang benar-benar dibeli oleh konsumen. Ini dapat terjadi bila jumlah yang tersedia di pasar tidak cukup, sehingga jumlah yang ingin dibeli melebihi jumlah yang benar-benar di...

KULIAH UMUM BERSAMA Maria Farida Indrati

           Hari yang sudah sekian lama dinantikan oleh semua mahasiswa Ilmu Hukum FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yaitu hari dimana kami semua akan melakukan kunjungan studi ke salah satu lembaga negara yakni Mahkamah Konstitusi. Adapun yang akan menerima kami adalah yang paling cantik dan paling baik Ibu Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. . Beliau adalah wanita pertama dan satu-satunya yang menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi. Acara ini terkabul atas kerjasama/konsolidasi yang dilakukan oleh salah satu dosen kami yang mengampu mata kuliah  Ilmu Perundang-Undangan yaitu Cak Nur Habibi Ihya. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H menyelesaikan program sarjana hokum pada tahun 1975 kemudian meneruskan pada jenjang Notariat yang diselesaikan pada 1982, pasca sarjana bidang hokum Universitas Indonesia yang diselesaikan pada tahun 1997, dan pada tahun 2002 menyelesaikan program doktoralnya di program docto...

Belanja Online di Indonesia Hingga Tahun 2016 : Apa Saja Tantangannya?

Belanja online itu praktis dan asyik, apalagi di kota- kota besar Indonesia. Tapi tahukah kamu, sampai tahun 2016, masih banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama soal perlindungan konsumen? Lewat riset dan ngobrol langsung dengan pihak- pihak seperti YLKI ( Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) dan konsumen yang pernah belanja online, ada beberapa hal penting yang perlu kita tahu. 1. Regulasi Hukum Masih Belum Lengkap Kalau kamu pikir aturan soal belanja online sudah oke, ternyata belum sepenuhnya. Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan Informasi dan Transaksi Elektronik sudah ada, tapi belum cukup spesifik buat transaksi online. Jadi, banyak masalah hukum yang belum terjawab, terutama soal penipuan dan keterlambatan pengiriman. 2. Penegakan Hukum Butuh Perbaikan YLKI pernah menerima pengaduan konsumen yang mengeluhkan barang yang tidak sesuai, keterlambatan pengiriman, dan bahkan kasus penipuan. Tapi nyatanya, cuma sedikit kasus yang berhasil diselesaikan secara hukum. Ini karen...