Langsung ke konten utama

Hak Pasien atas Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit




Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen adalah:
a)     Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b)     hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c)     hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
d)     hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
e)     hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f)       hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g)     hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h)     hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran juga merupakan Undang-Undang yang bertujuan untuk memberikan perlindungan bagi pasien. Hak-hak pasien diatur dalam pasal 52 UU No. 29/2004 adalah:
a)      mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
b)     meminta pendapat dokter atau dokter lain;
c)     mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d)     menolak tindakan medis;
e)     mendapatkan isi rekam medis.
Perlindungan hak pasien juga tercantum dalam pasal 32 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yaitu:
a)     memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b)     memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c)     memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d)     memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
e)     memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f)       mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g)     memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
h)     meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i)        mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;
j)       mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan;
k)      memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya;
l)        didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m)    menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya;
n)     memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o)     mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan Rumah Sakit terhadap dirinya;
p)     menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q)     menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan
r)       mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya apabila hak-haknya dilanggar, maka upaya hukum yang tersedia bagi pasien adalah:
1.      Mengajukan gugatan kepada pelaku usaha, baik kepada lembaga peradilan umum maupun kepada lembaga yang secara khusus berwenang menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha (Pasal 45 UUPK)
2.      Melaporkan kepada polisi atau penyidik lainnya. Hal ini karena di setiap undang-undang yang disebutkan di atas, terdapat ketentuan sanksi pidana atas pelanggaran hak-hak pasien.
Demikian sejauh yang kami ketahui. Semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2.      Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
3.      Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
sumber:  www.hukumonline.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEKANISME PASAR : PERMINTAAN DAN PENAWARAN

Persoalan rendahnya daya beli masyarakat, tidak sekedar dipengaruhi oleh peningkatan harga barang dan jasa, melainkan dipengaruhi oleh faktor rendahnya tingkat  pendapatan konsumen. Untuk meningkatkan pendapatan individu (personal income), diperlukan peningkatan sumberdaya manusia (SDM) yang memiliki produktivitas yang tinggi yang tidak menggantungkan hidupnya pada orang lain. Jumlah total dari suatu komoditi yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga dinamakan jumlah yang diminta dari komoditi tersebut. Sehubungan dengan konsep ini, ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. Pertama, jumlah yang diinginkan adalah suatu jumlah yang diinginkan pada tingkat harga komoditi tersebut dan pada harga komoditilain, Pendapatan konsumen dan sebagainya yang sudah tertentu. Jumlah ini kemungkinan tidak sama dengan jumlah yang benar-benar dibeli oleh konsumen. Ini dapat terjadi bila jumlah yang tersedia di pasar tidak cukup, sehingga jumlah yang ingin dibeli melebihi jumlah yang benar-benar di...

KULIAH UMUM BERSAMA Maria Farida Indrati

           Hari yang sudah sekian lama dinantikan oleh semua mahasiswa Ilmu Hukum FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Yaitu hari dimana kami semua akan melakukan kunjungan studi ke salah satu lembaga negara yakni Mahkamah Konstitusi. Adapun yang akan menerima kami adalah yang paling cantik dan paling baik Ibu Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. . Beliau adalah wanita pertama dan satu-satunya yang menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi. Acara ini terkabul atas kerjasama/konsolidasi yang dilakukan oleh salah satu dosen kami yang mengampu mata kuliah  Ilmu Perundang-Undangan yaitu Cak Nur Habibi Ihya. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H menyelesaikan program sarjana hokum pada tahun 1975 kemudian meneruskan pada jenjang Notariat yang diselesaikan pada 1982, pasca sarjana bidang hokum Universitas Indonesia yang diselesaikan pada tahun 1997, dan pada tahun 2002 menyelesaikan program doktoralnya di program docto...

Kerjasama Pertanian Islam

A. MUZARA’AH DAN MUKHABARAH Pengertian dan Dasar Hukum Menurut etimologi muzara'ah memiliki   arti al inbat yakni menumbuhkan. Sedangkan menurut terminologi adalah akad kerjasama dalam usaha pertanian dimana pemilik lahan pertanian menyerahkan lahannya berikut bibit yang diperlukan kepada pekerja tani untuk diolah, sedangkan hasil yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama, seperti setengah, sepertiga, atau lebih dari itu. Bila dalam kerjasama bibit disediakan oleh pekerja , maka secara khusus kerjasama ini disebut mukhabarah demikian menurut ulama syafi'i perbedaan antara muzaraah dan mukhabarah. Kerjasama muzara'ah dan mukhabarah menrut ulama hukumnya boleh, dasarnya adalah riwayat bukhari yang menyatakan: “ bahwasanya Rasul Allah SAW mempekerjakan penduduk khaibar (dalam pertanian) dengan imbalan bagian dari apa yang dhasilkannya, dalam bentuk tanaman atau buah-buahan” Syarat dan Rukun Muzaraah Rukun muzara'ah : ...